Bisnis.com, JAKARTA - Namanya Passer Baroe. Namun, tidak ada yang baru di kawasan yang menjadi salah satu pusat perdagangan tertua di Jakarta ini.
Sebaliknya, Anda seolah dibawa pada masa lampau melalui beberapa toko dengan bangunan yang masih asli sejak pertama kali dibangun. Bersama Jakarta Good Guide, sebuah komunitas wisata jalan kaki, saya sempat menyusuri jejak sejarah di Passer Baroe dengan berjalan kaki.
Stasiun Juanda menjadi titik kumpul peserta walking tour. Lokasi ini memang kerap menjadi titik kumpul dalam tur yang diselenggarakan Jakarta Good Guide. Sebelumnya, ada rute Kanal Molenvliet yang diselenggarakan pada awal Desember kemarin.
Rombongan yang terdiri dari 20 peserta berjalan sepanjang tiga kilometer selama dua jam. Peserta yang terdiri dari turis domestik dan asing ini menyusuri sekolah Santa Ursula, Gedung Filateli Jakarta, Gedung Kesenian Jakarta, Galeri Foto Jurnalistik Antara, Passer Baroe, Vihara Sin Tek Bio, Bakmi Gang Kelinci, dan berakhir di Gereja Ayam.
Mereka antusias menyimak paparan tentang sejarah yang disampaikan dua pemandu wisata tersertifikasi dari Jakarta Good Guide.
Dari Stasiun Juanda, peserta berjalan kaki melewati Masjid Istiqlal Jakarta menuju ke Sekolah Santa Ursula. Di bangun pada 1859, bangunan ini sejak awal sudah digunakan sebagai bangunan pendidikan Katholik khusus pelajar wanita. Bangunannya masih tampak asli terlihat dari desain arsitekur zaman kolonial.
Selesai mendengar penjelasan Hans, pemandu wisata kelompok 1, peserta kembali berjalan menuju Gedung Filateli Jakarta. Gedung yang dirancang oleh J van Hoytema pada 1913, pada mulanya gedung kantor pos dan telegraf pada masa Hindia-Belanda.
Dengan gaya arsitektur art deco, bangunan ini memiliki keunikan di antaranya bagian bawah atapnya yang melengkung, terdapat ruangan-ruangan yang disekat-sekat seperti peron stasiun kereta api dengan sekat atapnya terbuat dari seng dengan tiang-tiang besi pipih sebagai penyangga.
Kini, setelah tak lagi beroperasi sebagai kantor pos, gedung ini beralih menjadi museum untuk aktivitas filateli.
"Bangunan ini masih asli. Jika masuk ke dalam bangunan, kita akan menjumpai ubin dengan ukuran yang sangat besar. Di bawah ubin juga dimasukkan pasir sekitar setengah meter. Tujuannya, ketika terjadi banjir, maka air tidak cepat naik," jelasnya.
Selanjutnya, peserta menuju ke Gedung Kesenian Jakarta yang dulu sebagai tempat nongkrong para ekspatriat di zaman kolonial. Desain bangunan yang bergaya empire itu menjadi lokasi favorit para peserta untuk berfoto.
Sampailah pada tempat yang menjadi tujuan utama walking tour ini, yakni Passer Baroe. Di sini, Hans menunjukkan bangunan tua berusia 300 tahun, Toko Kompak, dengan gaya arsitektur China. Usia yang tua tampak dari empat pilar kayu yang menyangga bangunan terlihat lapuk.
Peserta juga diajak menyusuri Toko Lee Ie Seng yang dibangun pada 1873. Toko ini menjual kebutuhan perlengkapan kantor dan jajanan masa lampau. Adapula, Toko sepatu Sin Lie Seng yang masyhur sejak dulu hingga sekarang.
Memasuki gang-gang sempit, peserta menuju ke Vihara Sin Tek Bio yang dibangun 1698. Hans menyebut tidak banyak orang yang mengetahui tempat peribadatan ini karena lokasinya yang menyempil.
"Hanya orang-orang China yang tahu ada tempat beribadah di dalam gang ini," tuturnya.