Tak dapat dipungkiri, Provinsi Sulawesi Utara dikaruniai pemandangan alam bawah laut yang luar biasa. Siapa sangka, Selat Lembeh menjadi destinasi favorit bagi pencinta fotografi bawah laut dalam mengeksplorasi teknik makro.
Hari sudah menjelang siang, aktivitas di pelabuhan ruko di Kota Bitung mulai terasa padat. Para pelancong domestik ataupun internasional bercampur aduk dengan warga setempat untuk menyebrang ke Pulau Lembeh.
Ada tiga jenis kapal yang ditawarkan, yakni kapal penyeberangan feri yang berangkat setiap 1 jam sekali, kapal kayu yang biasa digunakan oleh warga setempat, serta kapal cepat (speedboat) milik resort.
Kapal feri dan kapal kayu hanya merapat pada pelabuhan utama di Pulau Lembeh. Para pelancong yang menginginkan kenyamanan, biasanya memilih penjemputan dari resort yang telah mereka pesan jauh-jauh hari.
Di Selat Lembeh terdapat banyak resort dengan harga bervariasi, mulai dari Rp500.000 per malam hingga Rp3,5 juta per malam. Sejumlah resort rata-rata mengenakan tarif untuk makan tiga kali sehari. Mereka juga menawarkan tarif sekitar Rp150.000 per orang untuk sekali penjemputan.
“Tunggu sebentar nih, kita mo ambil beberapa barang dulu,” sapa Rinaldi, saat berjumpa dengan saya dan sejumlah turis asing yang akan menginap di D’Lagoon Dive Resort yang dahulu dikenal dengan Daniel's Resort Lembeh.
Tak berapa lama, speedboat dengan mesin 2 kali 40 PK melaju menuju resort yang berdekatan dengan Pulau Sarena, salah satu destinasi favorit di Selat Lembeh. Sekitar 15 menit, akhirnya kami sampai di sebuah laguna yang berdekatan dengan Bastianos Resort.
Tampak seorang perempuan muda menanti dengan sejumlah payung di genggaman tangannya. Maklum, cuaca saat itu sedikit gerimis kendati telah menginjak Juni.
“Perkenalkan, saya Natasha. Mari silakan menikmati kopi atau teh dan kue di restoran sambil menunggu kamar yang sedang disiapkan,” ujarnya.
Natasha yang merupakan perempuan keturunan Sangihe dan Padang ini adalah pemilik resort ini. Wajar, jika bentuk arsitektur di restoran resort ini menyerupai Rumah Gadang dengan ujung lancip di sisi kanan kiri atapnya.
Saya beruntung diperbolehkan check in sebelum waktunya. Pasalnya, menurut Natasha, saya adalah turis domestik pertama yang menginap di resort tersebut untuk durasi lebih dari 2 malam.
“Biasanya, turis Indonesia hanya menginap semalam untuk meluangkan waktu akhir pekan,” katanya.
Tak hanya waktu check in lebih awal, ongkos kapal pun di-diskon separuh sehingga untuk perjalanan speed boat pulang pergi, saya hanya merogoh kocek Rp150.000. Bahkan, untuk berkeliling ke Pulau Sarena dan Pantai Pasir Putih Panjang, saya hanya dikenakan biaya sewa alat snorkeling dengan banderol Rp200.000.
Muck Diving
Dia menambahkan, mayoritas pelancong yang menginap memang didominasi oleh turis asing yang kebanyakan adalah penyelam. Menurutnya, Selat Lembeh merupakan spot wajib bagi pencinta muck diving atau penyelaman dasar laut.
Pasalnya, selat Lembeh memang biasa dikenal dengan keindahan critter alias biota laut dengan ukuran yang kecil dan unik. Oleh karena itu, spot ini juga menjadi daya tarik bagi para pencinta fotografi bawah laut.
Salah satu yang unik adalah coconut octopus atau gurita kelapa. Pasalnya, biota ini suka bersembunyi di batok kelapa yang terdapat di dasar laut. Di Selat Lembeh juga dapat ditemui biota laut lainnya, seperti sea horse (kuda laut), frogfish, nudibranch, dan boxer shrimp.
Paling tidak, itulah biota laut yang dapat dijumpai di spot Jahir yang merupakan salah satu spot dengan banyak critter unik. Spot ini kira-kira berada di kedalaman 4 meter hingga 15 meter.
Padahal, menurut Dinas Pariwisata Kota Bitung, di Selat Lembeh terdapat 89 titik selam dengan karakteristik yang berbeda dan tipe penyelaman yang bervariasi, mulai dari muck diving, coral sand, rubble, wall, pinnacle, wreck hingga snorkeling.
Wajar saja, Oma Becky keranjingan. Perempuan paruh baya dengan umur lebih dari setengah abad ini melakukan penyelaman hingga empat kali sehari. Hanya jeda untuk memindahkan foto dan beristirahat sejenak sebelum akhirnya kembali menyelam.
Padahal, tarif sekali menyelam di Selat Lembeh kira-kira sekitar Rp600.000 hingga Rp800.000 bergantung pada jarak. Namun, perempuan asal Kanada itu mengungkapkan, jika tarif itu sepadan dengan keindahan bawah laut yang dapat dinikmati.
“Tantangannya untuk memotret makro disini harus jeli karena pasir berwarna hitam sehingga kadang critter tersamar,” ujarnya.
Dia berharap agar masyarakat di Sulawesi Utara mampu menjaga kelestarian lingkungan mereka agar Bumi Nyiur Melambai menjadi destinasi wisata favorit khususnya untuk menyelam di kawasan Asia Tenggara.
“Indonesia memiliki alam yang bagus. Di sini [pulau Lembeh], banyak biota laut yang unik. Bagi pecinta selam dan makro fotografi, tentu ini destinasi yang tidak boleh dilewatkan. Saya harap masyarakat terus menjaga kelestarian alam agar tidak ada sampah,” katanya.
Dengan demikian, kemolekan Selat Lembeh bisa memberikan kesan yang baik bagi mereka yang pertama kali mencicipi alam bawah laut Bumi Nyiur Melambai. Seperti halnya Mariam, turis asal Prancis yang berujar Lembeh is awesome. Lembeh menakjubkan.
Menuju ke Lokasi
- Penerbangan Jakarta-Manado Rp1,3 juta (sekali terbang).
- Taksi biasa atau taksi online dari Bandara menuju Pelabuhan Ruko, Bitung sekitar Rp200.000
- Tarif penyeberangan speedboat Bitung-Lembeh Rp150.000 (sekali penjemputan).
- Penginapan resort Rp850.000-Rp3,5 juta per malam (untuk dua orang plus tiga kali makan).
- Tarif penyelaman bervariasi sekitar Rp600.000 hingga Rp850.000 (sekali penyelaman).